• Tembang Jawa - Mocopat ^HOT^

    From Sadoc Loera@sadocloera@gmail.com to rec.sport.rowing on Thu Jan 25 13:02:38 2024
    From Newsgroup: rec.sport.rowing

    <div>Liputan6.com, Jakarta Contoh tembang macapat sebenarnya ada banyak sekali. Tembang macapat sendiri merupakan bentuk puisi bertembang. Tembang macapat memiliki beragam jenis pola metrum atau pakem. Secara tradisional ada 15 pakem dalam tembang macapat. Namun, secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum.</div><div></div><div></div><div></div><div></div><div></div><div>tembang jawa - mocopat</div><div></div><div>DOWNLOAD: https://t.co/1mOpeHoMQf </div><div></div><div></div><div>Sesuai pakem itu, dikenallah 11 tembang macapat yakni maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, asmaradana, gambuh, dhandanggula, durma, pangkur, megatruh, dan pucung. Kesebelas tembang macapat itu menggambarkan perjalanan kehidupan manusia.</div><div></div><div></div><div>Ada tiga kaidah pakem dalam tembang macapat, yakni guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu. Sebuah puisi baru dapat disebut sebagai tembang macapat, jika puisi tersebut harus ditulis dengan mengikuti kaidah guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu.</div><div></div><div></div><div>Jika Grameds tertarik mengenal dan belajar tembang macapat lebih jauh, maka wajib menyimak artikel ini. Mulai dari penjelasan pengertian, jenis, aturan, dan sejarah dari 11 daftar tembang macapat dan maknanya berikut ini:</div><div></div><div></div><div>Tembang macapat adalah salah satu karya sastra Jawa yang berbentuk tembang atau puisi tradisional Jawa. Hampir serupa dengan tembang jawa dalam kebudayaan Jawa, ada pula karya sastra yang serupa di daerah lain seperti Bali, Sasa, Sunda, dan Madura. Bahkan pernah juga ditemukan dalam kebudayaan Palembang dan Banjarmasin berupa karya sastra puisi daerah ini.</div><div></div><div></div><div></div><div></div><div></div><div></div><div>Contoh karya sastra berbahasa Jawa antara lain serat wulangreh, kalatidha, wedhatama, dan sebagainya. Kemudian puisi tradisional yang menggunakan bahasa Jawa terdiri dari tiga macam, yakni tembang cilik, tembang tengahan, dan tembang gedeh. Berdasarkan golongan macamnya tersebut, tembang macapat termasuk dalam tembang cilik dan tengahan. Macam tembang gedhe biasanya berkaitan dengan kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuno.</div><div></div><div></div><div>Tembang macapat memiliki peraturan yang dalam penerapannya dibandingkan dengan tembang kakawin dan juga menggunakan bahasa Jawa yang lebih mudah. Tembang kakawin biasanya juga menggunakan bahasa jawa kuno yang kental dengan bahasa sansekerta. Sedangkan tembang macapat menggunakan bahasa Jawa yang tidak terlalu memperhatikan suku kata yang panjang dan pendek.</div><div></div><div></div><div>Ada 11 tembang macapat yang masing-masing memiliki aturan dan makna yang berbeda-beda dalam pembentukan guru gatra, guru wilangan, dan guru lagunya. Daftar tembang macapat ini memiliki makna yang sudah melekat pada kehidupan masyarakat, terutama orang-orang Jawa. Berikut ini 11 daftar tembang macapat dan maknanya yang perlu Grameds ketahui agar lebih memahami tahap-tahap kehidupan dalam budaya Jawa:</div><div></div><div></div><div>Tembang maskumambang adalah salah satu jenis tembang macapat yang memiliki makna tentang perjalanan hidup manusia yang masih berwujud janin dalam kandungan ibunya. Tembang ini menunjukan belum adanya jati diri yang menunjukan akan terlahir sebagai seorang perempuan atau laki-laki.</div><div></div><div></div><div>Tembang kinanthi memiliki watak yang menggambarkan perasaan bahagia , perilaku teladan yang baik, nasehat atau petuah-petuah, dan kasih sayang. Struktur atau aturan kaidah tembang kinanti adalah 8u, 8i, 8a, 8i, 8a dan 8i.</div><div></div><div></div><div>Tembang Asmaradana berasal dari kata asmara yang artinya cinta kasih sehingga tembang ini memiliki makna yang mengisahkan gejolak asmara seseorang. Dalam kehidupan manusia memiliki perasaan dan emosi yang bisa dimabuk cinta dan tenggelam dalam lautan kasih. Perasaan cinta yang dimaksud tidak hanya kepada manusia saja, namun juga kepada sang pencipta, Rasulullah SAW, dan alam semesta.</div><div></div><div></div><div>Tembang gambuh adalah tembang macapat yang berarti menghubungkan atau menyambungkan. Tembang gambuh memiliki makna untuk menyambungkan dan menjelaskan kisah hidup seseorang yang sudah mulai menemukan pujaan hatinya. Hubungan tersebut kemudian mampu dipertemukan keduanya untuk melangsungkan pernikahan dan akhirnya bisa menjalani hidup bersama sampai akhir hayat.</div><div></div><div></div><div>Karya tradisional jawa ini memiliki aturan atau struktur tertentu yang menjadi ciri khas tembang macapat. Sebuah karya sastra tembang macapat biasanya memiliki beberapa pupuh yang setiap pupuh-nya terbagi lagi menjadi beberapa baik atau pada. Pupuh adalah bentuk puisi tradisional Jawa yang memiliki rima tertentu setiap barisnya dan sejumlah suku kata. Setiap pupuh kemudian memiliki metrum yang sama yang tergantung pada watak isi teks yang diceritakan dalam tembang macapat tersebut.</div><div></div><div></div><div>Jadi, setiap bait di tembang macapat memiliki struktur guru gatra yang didalamnya memiliki sejumlah guru wilangan dan diakhiri dengan guru lagu. Berikut ini penjelasan tentang struktur tembang macapat yang perlu Grameds ketahui:</div><div></div><div></div><div>Kemunculan tembang macapat memiliki catatan sejarah, meskipun belum ada penemuan yang pasti terkait munculnya tembang macapat pertama kali. Itulah sebabnya banyak versi dari sejarah tembang macapat seperti berikut ini:</div><div></div><div></div><div>Kemunculan tembang macapat menurut Pegeud adalah pada akhir masa kerajaan Majapahit dan sejak adanya pengaruh dari pada walisongo. Pendapat Peugeud hanya merujuk pada kemunculan tembang macapat di Jawa Tengah saja karena sejarah tembang macapat di Jawa Timur dan Bali diperkirakan sudah ada sebelum kedatangan Islam.</div><div></div><div></div><div>Perkiraan tersebut berdasarkan tahun yang ada di Kidung Subrata dan Rasa Dadi Jalma, yakni 1643 atau 1541 masehi. Pada tahun tersebut telah hidup dan berkembang puisi berbahasa jawa kuno, jawa tengahan, dan jawa baru seperti kakawin, kidung, dan tembang macapat tersebut.</div><div></div><div></div><div>Zoetmulder berpendapat bahwa tembang macapat mulai muncul sesuai dengan perkiraan tahun yang ada pada Kidung Subrata di atas. Yakni muncul sekitar kurang lebih abad XVII dimana ada tiga bahasa jawa yang digunakan pada saat itu, yaitu jawa kuno, jawa tengahan, dan jawa baru.</div><div></div><div></div><div>Nah, itulah penjelasan tentang daftar tembang macapat dan maknanya yang perlu Grameds ketahui berkaitan dengan budaya Jawa. Apakah Grameds masih kesulitan membedakannya? Setiap tembang macapat di atas memang memiliki makna masing-masing yang mencerminkan kehidupan manusia, mulai dari lahir hingga kematian. Mengenal makna tembang macapat dapat membantu kita lebih mengenali dan memaknai filosofi kehidupan manusia yang sangat lekat dengan diri kita.</div><div></div><div></div><div>Berdasarkan sejarah, tembang macapat memang menjadi karya sastra Jawa yang mengandung makna nasihat dan menjadi cara budaya mendidik peradabannya. Berbicara tentang budaya Jawa memang tidak ada habisnya dan banyak nilai-nilai filosofis di dalamnya yang terkadang sulit untuk didefinisikan. Jika Grameds tertarik mengenal dan belajar lebih dalam tentang tembang macapat dalam budaya Jawa maka bisa kunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com. Grameds akan memperoleh referensi buku yang bisa dipelajari dengan mudah mengenal budaya Jawa lebih luas lagi. Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk menguasai tentang tembang macapat dalam budaya Jawa: Selamat belajar. #SahabatTanpabatas</div><div></div><div></div><div>Dalam tembang macapat terdapat beberapa unsur di dalamnya. Dikenal dengan nama guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan. Guru gatra merupakan banyaknya jumlah larik atau baris dalam satu bait. Guru lagu merupakan persamaan bunyi sajak pada akhir lirik setiap barus atau biasa dikenal dengan rima. Bunyi lagu a, i, u, e, o disebut dengan dong dinge swara. Sedangkan guru wilangan merupakan jumlah suku kata atau wanda.</div><div></div><div></div><div>Life begins at forty, some people say. Dulu waktu masih les bahasa Inggris di LIA pake seragam putih abu-abu, saya nggak ngerti maksudnya hidup dimulai umur 40. Saya tanya ke guru LIA, jawabannya normatif banget, nggak memuaskan. Emang ada beberapa hal yang kudu kita jalanin, baru kita bisa ngerti maksudnya apa. Nah, hal ini salah satunya.</div><div></div><div></div><div>Bagikan ini:FacebookTwitterLinkedInTumblrSurat elektronikPinterestMenyukai ini:Suka Memuat...Categories: Family/parenting, Terkait Peristiwa Tags: asmarandana, dandanggula, durma, falsafah, filosofi, find joy, gambuh, jawa, joy, kinanthi, macapat, maskumambang, mayang8 residence, megatruh, mijil, pangkur, pocung, rumah remedi, seek joy, sinom, tembang Permalink.</div><div></div><div></div><div>Sementara itu Plt Kasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus, Lilik Ngesti, mengatakan dirinya sempat kaget saat mendengar ada siswa SD di Kudus, menjadi juara ketiga tingkat nasional tembang macapat.</div><div></div><div></div><div>Tembang macapat saget pun wastani salah satunggiling tembang utawi lagu daerah ingkkang kawentar ing tanah Jawi. Dumugi samenika taksih dipun sinau saha dipun ngrembakakaken dening masyarakat Jawi. Tembang macapat pancen ngremenaken dipun sinau. Wonten 11 tembang macapat ingkang dipun kawruhi dening masyarakat suku Jawi. Ingkang saben tembang macapat nggadhahi watak , filosofi saha paugeran piyambak-piyambak.</div><div></div><div></div><div>Macapat merupakan puisi tradisional dalam bahasa Jawa yang disusun dengan menggunakan aturan tertentu. Penulisan tembang macapat memiliki aturan dalam jumlah baris, jumlah suku kata, ataupun bunyi sajak akhir tiap baris.</div><div></div><div></div><div>Makna tembang tersebut yakni jangan sampai memilih jodoh hanya mengandalkan kecantikan, ketampanan wajah atau karena kekayaan harta benda. Berumah tangga itu sekali pilih untuk selamanya. Kebahagiaan dalam sebuah keluarga tak dapat ditukar dengan harta atau benda.</div><div></div><div></div><div>Mocopatan adalah seni melagukan atau menembangkan syair mocopat yang dilakukan oleh sejumlah orang secara bergiliran. Mocopat merupakan tembang yang dominan dipergunakan dalam segala jenis kesenian Jawa, seperti karawitan, wayang kulit, wayang orang, kethoprak, ludruk, jathilan, langen mandrawanara dan lain-lain. Sejak jaman Pajang hingga Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, sastra mocopat merupakan sastra Jawa yang paling dominan. Hal itu dibuktikan dengan selalu munculnya mocopat dalam setiap seni pertunjukan yang ada. Pada umumnya mocopat diartikan sebagai moco papat-papat (membaca empat-empat), yaitu cara membaca yang terhubung dengan tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti dari mocopatan. Definisi lain dari seorang pakar Sastra Jawa, Arps menguraikan beberapa arti lain di dalam bukunya Tembang in two tradition. Selain yang telah disebut di atas ini, arti lainnya ialah bahwa -pat merujuk kepada jumlah tanda diakritis (sandhangan) dalam aksara Jawa yang relevan dalam penembangan mocopat. ( )</div><div></div><div> dd2b598166</div>
    --- Synchronet 3.21a-Linux NewsLink 1.2